FC Südtirol, “Klub Jerman” yang Nyaris Promosi ke Serie A Italia

Musim 2022/2023 banyak menghadirkan kisah dari tim-tim underdog. Di Inggris ada Luton Town. Di Jerman ada FC Heidenheim. Lalu, andai FC Südtirol berhasil promosi ke Serie A musim ini, mungkin para pecinta sepak bola bakal makin dibuat bingung untuk memilih kisah underdog mana yang paling epik.

FC Südtirol nyaris membuat sejarah di sepak bola Italia. Baru saja promosi ke Serie B musim ini, Südtirol langsung berhasil lolos ke babak play-off promosi Serie A. Sayangnya, mimpi mereka kandas di tangan Bari di babak semifinal.

Namun, ini bukan soal kisah sebuah tim yang nyaris promosi ke Serie A usai menjuarai Serie C. Ini adalah kisah tentang sebuah “klub Jerman” yang nyaris promosi ke Serie A.

Sejarah Tirol Selatan yang Jadi Identitas FC Südtirol

Identitas sebuah klub sepak bola tak bisa dilepaskan dari sejarah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Fakta ini berlaku juga untuk FC Südtirol. Berasal dari Tirol Selatan, Südtirol yang lebih kental akan nuansa Jerman-nya ketimbang Italia.

Tirol Selatan memiliki sejarah yang panjang. Dahulu, wilayah ini masuk dalam Kekaisaran Austro-Hungaria dengan 90% penduduknya merupakan penutur bahasa Jerman. Selama lebih dari 5 abad, wilayah ini jadi milik Austria.

Setelah Perang Dunia Pertama, wilayah ini diserahkan kepada Kerajaan Italia sebagai “bayaran perang”. Sejak saat itu, berbagai konflik muncul di Tirol Selatan. Mulai dari program Italianisasi di rezim fasis Benitto Mussolini, pendudukan Nazi di Perang Dunia Kedua, konflik etnis yang memakan korban jiwa, hingga Tirol Selatan yang menjadi rebutan Italia dan Austria selama puluhan tahun lamanya.

Kini, Tirol Selatan merupakan salah satu regione di Italia Utara dengan nama resmi Trentino-Alto Adige. Karena keberadaan etnis Jerman dan sejarah panjang konflik entis di Tirol Selatan, Trentino-Alto Adige ditetapkan sebagai salah satu regione dengan otonomi khusus.

Trentino-Alto Adige terbagi menjadi 2 provinsi otonom, yakni Bolzano dan Trento. Bolzano jadi provinsi paling utara di Italia dan berbatasan langsung dengan Austria dan Swiss. Bolzano inilah yang kini masih sering disebut sebagai Tirol Selatan atau dalam bahasa resmi Italia disebut Alto Adige.

Bolzano atau Tirol Selatan adalah provinsi terkaya di Italia dan salah satu yang terkaya di Uni Eropa. Selain karena otonomi daerahnya, lanskap wilayah ini memang begitu indah dengan pemandangan pegunungan di setiap sudutnya. Dengan cuaca yang dingin dan bersalju, serta banyaknya museum dan bangunan bersejarah membuat Tirol Selatan cocok jadi destinasi wisata.

Namun, provinsi ini pula yang paling berbeda dengan wilayah Italia lainnya. Jika 90% penduduk Trento sudah berbahasa Italia, tidak demikian dengan Tirol Selatan. Mengutip dari suedtirol.info, penutur bahasa Jerman di Tirol Selatan mencapai 70%, hanya 25% saja yang berbahasa Italia, sementara 5% sisanya berbahasa Ladin bahasa romawi yang sudah berusia ribuan tahun.

Budaya Italia, Jerman, dan Ladin menyatu di wilayah ini. Sampai-sampai sekolah di Tirol Selatan dipisah menjadi 3 bahasa. Semua rambu lalu lintas juga menggunakan dua atau tiga bahasa sekaligus, termasuk penamaan kotanya.

Dari provinsi inilah FC Südtirol berdiri. Sejarah dan profil Tirol Selatan inilah yang ikut membentuk identitas FC Südtirol. Berasal dari wilayah yang didominasi penutur bahasa Jerman membuat FC Südtirol kental akan nuansa Jerman.

Sejarah Terbentuknya FC Südtirol dan Penamaan yang Menimbulkan Protes

FC Südtirol juga punya sejarah panjang. Cikal bakal klub ini berdiri setelah sekelompok pengusaha lokal membentuk klub olahraga SV Milland pada 1974. Sepak bola hanyalah salah satu departemen olahraga di SV Milland. Kala itu, klub yang didirikan di kota Brixen atau Bressanone ini hanya berkutat di liga regional terbawah Italia.

Hingga akhirnya pada 1 Agustus 1995, departemen sepak bola memisahkan diri dan membentuk Football Club Südtirol-Alto Adige, serta mengubah corak jersey-nya dari kuning hitam menjadi putih merah yang diadopsi dari bendera Tirol yang bersejarah.

Setelah meraih promosi ke level profesional pada tahun 2000, klub ini pindah ke ibukota provinsi di kota Bolzano-Bozen dan bermarkas di Stadio Druso. Tak hanya berpindah, mereka juga berganti nama menjadi FC Südtirol. FC pada FC Südtirol bukan Football Club, melainkan Fußball Club, membuat klub ini jadi lebih terasa Jerman ketimbang Italia.

Penamaan tersebut diprotes banyak pihak, khususnya dari kalangan sayap kanan. Hingga beberapa tahun lalu, beberapa surat kabar masih menolak nama tersebut dan memilih menyebut klub ini sebagai FC Alto Adige.

Kontroversi makin bertambah tatkala klub menghadirkan logo baru pada musim 2016/2017. Tulisan Alto Adige dihilangkan, sementara tulisan FC Südtirol disisipkan di atas lambang klub dan nama bilingual kota, Bolzano-Bozen ditempatkan di bagian bawah.

Penamaan dan pergantian logo itu mendapat protes dari para ultras yang tergabung dalam Gradinata Nord Bolzano. Didukung oleh Fratelli d’Italia, partai politik populis sayap kanan pimpinan Giorgia Meloni, Perdana Menteri Italia saat ini, para ultras menuntut perubahan nama yang dianggap tidak mewakili penutur bahasa Italia di Tirol Selatan.

Perlu diketahui kalau ibukota Bolzano ini sedikit berbeda dengan daerah lain di Tirol Selatan. Di kota ini, orang Italia lebih dominan dengan persentase 70% yang berarti penutur bahasa Italia di kota ini juga lebih banyak. Tak bisa dipungkiri kalau pertikaian politik masih terjadi di Tirol Selatan.

FC Südtirol: Klub Sehat dengan Fasilitas Modern

Terlepas dari kontroversinya, FC Südtirol sejatinya memiliki prestasi yang bagus, baik di luar maupun di dalam lapangan. Mungkin karena lebih kental akan Jerman, Südtirol menjadi klub yang sedikit berbeda dengan klub Italia lainnya.

Tidak seperti kebanyakan klub tradisional Italia yang pengelolaannya semrawut, Südtirol memiliki manajemen yang sehat. Dalam situs web mereka tertulis, “klub ini dimiliki oleh 32 pemegang saham. Tak satu pun dari mereka yang memiliki persentase lebih tinggi dari yang lain.”

FC Südtirol memang tak punya revenue yang banyak. Mereka tetaplah tim kecil. Bahkan berdasarkan catatan transfermarkt, pengeluaran mereka dalam 3 tahun terakhir tak lebih dari €1,1 juta. Nilai skuad mereka musim ini juga hanya €18,54 juta saja.

Namun, kalau tidak sehat, mana mungkin FC Südtirol mampu merenovasi sendiri Stadio Druso. Selama 2019 hingga 2022 kemarin, Südtirol merenovasi markas mereka dengan menghilangkan trek lari dan memperluas tribun yang membuat kapasitas stadion meningkat dari 3.000 kursi menjadi 5.500 kursi.

Ya, stadion mereka memang kecil. Di Serie B musim ini jadi yang paling kecil, apalagi jika mereka promosi ke Serie A, mungkin jadi stadion terkecil dalam sejarah Serie A. Stadion mungil ini merupakan titik pertemuan bagi penggemar dari Jerman, Italia, dan bahasa lainnya di Tirol Selatan.

Meski stadion mereka kecil, tapi FC Südtirol memiliki pusat latihan yang patut dibanggakan yang bernama FCS Center. Terbenam di dalam hutan yang rimbun di Monticolo, FCS Center yang resmi dibuka pada 2018 lalu menghadirkan kantor administrasi, dua lapangan rumput alami, dua lapangan rumput sintetis, dan sebuah lapangan kecil dengan rumput sintetis.

Dengan luas 47.248 m2, FCS Center adalah fasilitas olahraga terlengkap di Tirol Selatan. Fasilitas ini juga menyediakan ruang konferensi dan pertemuan, ruang ganti, gym, pusat medis, gudang dan laundry, fanshop, hingga bar dan restoran.

Karena kelengkapan dan fasilitasnya yang modern, serta letaknya yang strategis dengan pemandangan indah membuat pusat latihan FC Südtirol ini pernah 2 kali dipakai timnas Jerman untuk kamp latihan persiapan Piala Dunia Afsel dan Rusia.

FC Südtirol: Merangkak dari Bawah Hingga Nyaris Menembus Serie A

Akar dari klub ini juga kuat, yakni akademi pemain yang mengakomodasi bakat-bakat dari pemain lokal di seluruh pelosok Tirol Selatan. Akademi mereka sangat terstruktur dan terdapat 12 tingkatan, mulai dari U-9 hingga Primavera.

FC Südtirol juga lebih banyak menggunakan pemain lokal. Seperti di musim ini, di mana jumlah pemain asing mereka hanya ada 4 dari total 29 pemain.

Südtirol contoh klub yang mendaki dari level terbawah. Hebatnya, ketika sukses mendaki level yang lebih tinggi, si putih merah nyaris selalu mencatat rekor.

Südtirol memenangi divisi 7 dan menembus divisi 6 Liga Italia pada musim 1996 dengan rekor unbeaten. Hanya butuh semusim, mereka langsung naik ke kasta 5 Liga Italia sebelum akhirnya sukses menembus level 4 Liga Italia di tahun 2000. 10 tahun kemudian, Südtirol berhasil menembus Serie C1 atau divisi 4 di akhir musim 2010.

Sejarah kemudian tercipta pada akhir musim 2021/2022. Südtirol yang dilatih Ivan Javorčić berhasil menjuarai Serie C dengan catatan hanya kalah 2 kali dan hanya kebobolan 9 gol dalam 38 pertandingan. Ini menjadikan FC Südtirol sebagai wakil Tirol Selatan pertama di divisi 2 Liga Italia.

Sejarah lebih manis kemudian nyaris mereka torehkan di musim 2022/2023. Sebagai pendatang baru, Südtirol yang kini dilatih Pierpaolo Bisoli berhasil membuat kejutan dengan finish di peringkat 6 dan lolos ke babak play-off promosi.

Sayangnya, laju mereka dihentikan Bari di partai semifinal play-off. Dalam pertandingan 2 leg, laga Südtirol dan Bari sebenarnya berkesudahan dengan agregat 1-1. Namun, berdasarkan aturan di Serie B, tim yang berada di peringkat lebih tinggi berhak melaju ke babak berikutnya apabila laga semifinal berakhir imbang secara agregat. Aturan inilah yang kemudian menjegal langkah FC Südtirol menorehkan tinta emas di Liga Italia.

Jika melihat profil FC Südtirol dan kiprah menakjubkan mereka musim ini, rasanya tak butuh waktu lama bagi perwakilan Tirol Selatan ini untuk segera mentas di Serie A Italia. Mungkin drama dan kontroversi baru akan tercipta di Liga Italia apabila FC Südtirol sukses meraih promosi.

Namun, bukankah akan sangat menarik jika ada “klub Jerman” yang berlaga di kasta teratas Liga Italia? Inilah yang menjadikan FC Südtirol begitu spesial. Semoga, musim depan mereka kembali dengan kekuatan yang lebih besar dan sukses promosi ke Serie A.


Referensi: Suedtirol, Suedtirol, IlDolomiti, FCSuedtirol, Gazzetta, Euro.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *