Hobi Pecat Pelatih di Tengah Jalan! Ini Akibatnya Buat Chelsea

Seenaknya saja ganti pelatih di tengah kompetisi, mungkin itu cocok menggambarkan biodata Chelsea dalam hal menunjuk pelatih. Maklum namanya saja klub instan yang berorientasi pada hasil. DNA instan itu tak dipungkiri sudah tumbuh sejak zaman Abramovich.

Kini di bawah Todd Boehly Chelsea lebih tak karuan. Mereka kini bahkan mengangkat tiga pelatih interim sekaligus musim ini. Nah, kalau melihat siapa saja pelatih interim yang ditunjuk Chelsea, apa saja sih dampaknya? Lalu siapa yang paling sukses?

Guus Hiddink

Dimulai dari Guus Hiddink yang menggantikan Luiz Felipe Scolari pada Februari 2009. Penunjukan ini aneh, karena Hiddink sendiri saat itu sedang memegang jabatan menjadi pelatih timnas Rusia.

Tuah senioritas Hiddink dianggap Abramovich cocok untuk menyelamatkan Chelsea di turnamen tersisa. Memakai pola khas Belanda-nya, dampak sentuhan Hiddink mampu membuat mental bertanding Drogba dan kawan-kawan kembali pulih. Maklum sebelumnya di bawah Scolari mental Chelsea sempat loyo.

Tuah Hiddink benar teruji ketika meraih kemenangan pertama melawan Aston Villa. Hal itu pun berlanjut hingga akhir musim. Mereka hanya kalah sekali dan akhirnya bisa finish di posisi tiga Liga Inggris.

Bahkan di Piala FA, Hiddink sukses torehkan tinta emas dengan meraih trofi ketika mengandaskan Everton. Namun, sayang sentuhan Hiddink itu tak bisa berlanjut di Liga Champions.

Meskipun Hiddink mengalahkan tim macam Juventus maupun Liverpool di fase knockout, namun nasibnya kurang beruntung. Bermain baik di semifinal, tapi mereka harus melongo tersingkir oleh gol tandang Iniesta di menit-menit akhir.

Meski begitu catatan singkat perjalanan Hiddink itu sangat diterima para fans. Para fans pun santer meminta Hiddink dipermanenkan. Akan tetapi, manajemen memilih jalan berbeda dengan menunjuk pelatih baru, yakni Carlo Ancelotti.

Roberto Di Matteo

Pergantian pelatih di tengah jalan terjadi lagi di Chelsea pada musim 2011/12. The Blues memecat Andre Villas-Boas di musim itu. Di tangan pelatih Portugal itu, performa The Blues kerap angin-anginan.

Diangkatlah asistennya waktu itu, Roberto Di Matteo sebagai pelatih interim hingga akhir musim. Gaya bermain Di Matteo berbanding terbalik dengan Villas Boas. Cara pragmatis ala Italia dipilih Di Matteo untuk menstabilkan performa Chelsea dari hasil minor.

Meskipun tidak terlalu berpengaruh di kompetisi jangka panjang seperti Liga Inggris, namun di kompetisi fase gugur seperti Piala FA maupun Liga Champions perubahan taktik Di Matteo mampu berimbas positif.

Di Liga Inggris, sentuhan Di Matteo tak bisa menolong Chelsea lolos ke Liga Champions, karena hanya finish di peringkat 6. Lain cerita di Piala FA, pelatih plontos itu sukses mengantarkan The Blues ke final sekaligus meraih trofi setelah mengalahkan Liverpool 2-1.

Yang lebih signifikan, mental Chelsea di Liga Champions berbalik mengerikan. Setelah di bawah Vilas Boas dilibas Napoli 3-1 di leg pertama 16 besar, Chelsea di bawah Di Matteo mampu comeback sensasional 4-1 di Stamford Bridge.

Langkah The Blues pun kemudian mulus hingga partai puncak. Di final, keajaiban terjadi. Di markas Bayern Munchen, Di Matteo sukses mengalahkan sang empunya stadion lewat adu penalti dan berhasil membawa pulang trofi Si Kuping Besar untuk pertama kalinya sepanjang sejarah klub.

Torehan monumental Di Matteo itu harusnya menjadikan umurnya langgeng di Stamford Bridge. Namun apa yang terjadi di musim berikutnya? Ia malah dipecat di awal musim oleh Abramovich.

Rafael Benitez

Tentu banyak hal yang menjadikan Di Matteo dipecat. Salah satunya karena ia tak mampu memanfaatkan pembelian mahal Chelsea ketika itu, baik Hazard maupun Oscar. Kegagalan meraih trofi awal musim di Community Shield maupun Piala Super Eropa juga menjadi sebab.

Alhasil datanglah Rafael Benitez. Pelatih yang kedatangannya sebenarnya tak dikehendaki fans. Karena dulu ketika mengasuh Liverpool, ia pernah bersitegang dengan para fans maupun pemain Chelsea.

Perubahan yang dilakukan Benitez pun tak terlalu istimewa. Benitez hanya mengubah struktur dari yang semula di Matteo lebih pragmatis dan bertahan, kini bersamanya lebih atraktif lagi dalam menyerang.

Dengan sentuhan ala Spanyol, secara hasil ternyata tak terlalu signifikan. Buktinya ia gagal meraih mahkota di Piala Dunia Antar Klub. Ia juga gagal mempertahankan trofi Piala FA. Namun di sisi lain, tuahnya diam-diam mampu menyelamatkan The Blues kembali masuk zona Liga Champions.

Chelsea ketika itu diantarkannya finis di posisi 3 Liga Inggris. Sementara itu di level Eropa, sentuhan serta mentalnya mampu kembali meraih hasil positif. Meski tak bisa mengantarkan The Blues lolos ke babak 16 besar Liga Champions, Benitez mampu berbicara banyak di kompetisi Europa League.

Chelsea mampu dibawanya mencapai final menantang Benfica. The Blues pun sukses membawa pulang trofi liga malam jumat itu untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ke Stamford Bridge.

Berbeda dengan nasib Hiddink maupun Di Matteo, perjalanan enam bulan Benitez ketika itu tak diinginkan fans untuk dipermanenkan. Akhirnya manajemen pun mencari gantinya yakni Jose Mourinho.

Thomas Tuchel

Chelsea kembali mengganti pelatihnya di tengah jalan pada musim 2020/21. Ketika itu legenda mereka Frank Lampard dianggap tak berhasil di musim keduanya setelah dibelikan banyak pemain. Alhasil datanglah Thomas Tuchel pada Januari 2021.

Kedatangan Tuchel sangat berdampak nyata bagi bangkitnya performa The Blues. Dengan materi seadanya peninggalan Lampard, Tuchel mampu meramu strategi dan taktik baru yang mumpuni.

Taktik 3-4-3 terbukti ampuh menolong Chelsea dari inkonsistensi. Taktik itu mampu menggantikan taktik Lampard yang cenderung naif dalam menyerang dengan 4-3-3.

Hasilnya Chelsea lebih seimbang dan solid dalam bertahan maupun menyerang. Terbukti sejak Tuchel mengambil alih, The Blues mencatat 10 kali laga tak terkalahkan di Liga Inggris dan menciptakan 8 kali clean sheet.

Yang lebih spesialnya, perubahan taktik itu juga berpengaruh di fase knockout Liga Champions. Dari fase 16 besar hingga semifinal, Chelsea dengan 3-4-3-nya itu mampu menenggelamkan satu per satu musuhnya, Real Madrid sekalipun.

Di final, taktik Tuchel itu pun mampu mengandaskan taktik seorang Pep Guardiola. The Blues kembali mampu meraih trofi Liga Champions untuk kedua kalinya.

Graham Potter

Kejadian berbeda terjadi di musim 2022/23. Setelah kepemilikan Abramovich yang berpindah tangan, serta datangnya pemilik baru yang revolusioner, membuat nasib Tuchel dipertanyakan.

Benar saja, setelah sering berkomentar sinis tentang pemilik baru, Tuchel benar-benar diberhentikan. Todd Boehly ingin gerbong baru di tubuh The Blues. Ia menunjuk Graham Potter yang ditebus mahal dari Brighton.

Potter dengan para pemain baru yang didatangkan Boehly segera mengubah gaya dan sistem bermainnya. Ia lebih fleksibel ketika menerapkan strategi seperti apa yang ia terapkan di Brighton, baik dengan tiga bek maupun empat bek. Potter selalu sibuk meracik dan mencari komposisi yang cocok pada setiap laganya.

Hal itu sempat bermasalah dari segi hasil. Para pemain cenderung bingung beradaptasi dengan taktik Potter yang sering berubah-ubah. Hasilnya Potter terpuruk, dan tak sesuai ekspektasi klub yang kita tahu maunya selalu instan. Tak sampai akhir musim seperti janji suci Boehly, Potter pun dipecat dan digantikan oleh asistennya, Bruno Saltor.

Frank Lampard

Hanya satu laga bersama Bruno Saltor ketika menahan imbang Liverpool 0-0, Boehly kembali berulah dengan mengganti manajer interim lagi ke tangan Frank Lampard. Legenda yang sempat diberhentikan Abramovich itu kembali diangkat sebagai manajer interim baru The Blues sampai akhir musim.

Di bawah Lampard yang pasti perubahan ke pola menyerang 4-3-3 akan terjadi. Para pemain kesayangannya seperti Mason Mount juga akan dimanfaatkan kembali setelah tak terpakai di tangan Potter.

Baiklah, kita lihat saja nanti hasilnya. Apakah Lampard mampu meneruskan titah para pelatih interim pendahulunya yang sukses meraih prestasi? Ataukah justru sebaliknya?

Sumber Referensi : bleacherreport, dw, skysports, goal, thefootballfaithfull, bleacherreport

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *