Juara Piala Prancis, Toulouse ke Liga Eropa, tapi Posisinya Terancam

Bak sebuah dongeng, klub dari kota kecil di Prancis, Toulouse muncul sebagai jawara di Coupe De France atau Piala Prancis musim ini. Ya, Toulouse FC kini telah membuat seantero Prancis terperanga setelah klub pesakitan justru bangkit dan malah menggondol sebuah trofi.

Melihat perjuangan berdarah-darah mereka, patutlah diapresiasi. Karena jejak lika-likunya membangun sebuah tim dari keterpurukan sampai bisa meraih trofi tidaklah mudah. Namun anehnya, sebuah perjuangan yang sudah diraih itu kini bakal terancam. Lha kok bisa?

Bukan Tim Elit

Sebelumnya mari kita berkenalan dengan tim Toulouse FC ini terlebih dahulu. Klub ini berdiri tahun 1937, dan menjadi salah satu identitas penduduk kota Toulouse. Meski,secara prestasi jauh dari klub-klub kota lain di Prancis.

Mereka awalnya hanya punya satu trofi yakni Coupe De France, namun itu diraih sudah terlampau lama yakni di tahun 1957. Hal itu membuktikan bahwa Toulouse sejatinya bukanlah tim elite di persepakbolaan Prancis.

Terdegradasi

Maka dari itu, keterpurukan terkadang erat kaitannya dengan klub yang satu ini. Terdegradasi di musim 2019/20 menjadi bukti. Finish di posisi 20 klasemen Ligue 1 musim 2019/20, mengirimkan klub berjuluk Le Tef ini ke Ligue 2.

Sebuah prestasi yang buruk sebenarnya bagi Toulouse. Karena sejak dipimpin pemilik Olivier Sadran sejak 2001, tim ini tak pernah lagi terdegradasi. Tak dipungkiri performa mereka sejak awal musim 2019/20 buruk. Sempat gonta-ganti pelatih dari Alain Cassanova ke Antoine Kombouare lalu Denis Zanko tak membuat tim ini selamat dari jurang degradasi.

Berada di posisi juru kunci, mereka hanya mengumpulkan 13 poin, dengan rincian 3 kali menang, 4 kali seri, dan 21 kekalahan. Hal itu membuktikan memang sudah sewajarnya, mau ada pandemi atau tidak, mereka pantas diganjar degradasi.

Pernah ke Eropa

Oke, memang mereka terdegradasi berkat penampilan mereka yang buruk, namun jangan dilupakan juga sebuah pencapaian mereka sebelum terdegradasi. Le Tef dalam perjalanannya di Ligue 1 di bawah kepemilikan Olivier Sadran sempat juga mengejutkan ketika mampu bersaing di papan atas Ligue 1 selama dua musim.

Mereka pernah finish di posisi tiga klasemen Ligue 1 pada musim 2006/07, serta finish di peringkat 4 Ligue 1 pada musim 2008/09. Artinya, meski klub semenjana, mereka tidak boleh dianggap remeh secara pencapaian.

Berkat pencapaian itulah mereka bisa tampil di Eropa selama dua musim.
Mereka tampil di babak grup Europa League atau yang dulu masih bernama UEFA Cup, yakni pada musim 2007/08 dan 2009/10.

Dibeli Redbird Capital Dan Promosi

Mengembalikan prestasi apik itu tak semudah membalikan telapak tangan. Apalagi mereka sudah terlanjur terdegradasi ke Ligue 2. Toulouse harus mengulang lagi dari awal untuk membangun. Parahnya, dengan kondisi pasca Covid yang tak menentu, membuat pemilik kalang kabut mencari cara agar tim ini bisa bangkit lagi. Baik itu secara finansial maupun performa.

Datanglah malaikat penolong pada 2020 bernama Redbird Capital. Sebuah perusahaan Amerika yang mengakuisisi 85% saham Toulouse. FYI aja, perusahaan yang bergerak di bidang modal dan investasi itu juga punya saham minoritas di Liverpool dan bahkan,mereka telah mengakuisisi AC Milan di tahun 2022.

Kepemilikan baru mengakhiri kepemimpinan Olivier Sadran selama 19 tahun. Posisi presiden klub diserahkan kepada Damien Comolli. Comolli adalah warga Perancis yang punya rekam jejak sebagai mantan direktur olahraga di klub macam Tottenham Hotspur, Arsenal, maupun Liverpool. Nama Comolli bukanlah sosok ecek-ecek yang ditunjuk oleh RedBird untuk membangun tim yang ketika itu sedang pesakitan di Ligue 2.

Pengambilalihan klub oleh RedBird seketika berdampak. Sempat finish di posisi ke-3 di Ligue 2 musim 2020/21, mereka akhirnya di musim lalu finish sebagai juara Ligue 2 dan berhak mendapatkan tiket promosi ke Ligue 1.

Jor-Joran RedBird Capital

Lalu dengan cara apa mereka bisa instan bangkit dan akhirnya meraih tiket promosi? Ya, salah satunya yakni dengan cara jor-joran bergerak di bursa transfer musim lalu.

Dari laman Transfermarkt, diketahui bahwa RedBird merupakan pemilik yang cukup royal dan berani menggelontorkan dana besar untuk timnya. Musim lalu Toulouse jadi tim Ligue 2 yang paling banyak mengeluarkan dana untuk memboyong pemain anyar.

Tak tanggung-tanggung, dana mencapai 5,89 juta euro berani dikeluarkan RedBird untuk pembelian pemain seperti Brecht Dejaegere, Rafael Ratao, serta Ado Onaiwu.

Bertahan di Ligue 1

Mendengar nama-nama pemain yang dibeli memanglah tak terlalu mentereng. Namun penunjukan pelatih Philippe Montanier sejak musim lalu, juga merupakan faktor kesuksesan tersendiri bagi solidnya skuad Toulouse.

Montanier ini adalah pelatih Prancis yang sempat membawa Rennes ke final Coupe de France 2014, serta pernah membawa Real Sociedad tampil di Liga Champions 2013. Dengan kerangka formasi 4-2-3-1, Montainer membangun Toulouse dengan para pemain muda hasil transfer RedBird.

Jor-joran kembali dilakukan RedBird. Menurut Transfermarkt, musim ini total mereka keluarkan sebesar 249 miliar rupiah untuk membeli 10 pemain. Uniknya, mereka spend uang sebanyak itu dengan hanya membeli pemain muda di bawah 27 tahun.

Seperti Kjetil Houg di kiper, Gabriel Suazo di bek kiri, Zakaria Abdoukhlal di sektor sayap penyerangan, serta striker top skorer mereka sementara, Thij Dalinga. Bertahan sembari beradaptasi kembali di Ligue 1 adalah target realistis yang dicanangkan klub musim ini.

Meraih Trofi dan Kembali Ke Eropa

Meskipun di Ligue 1 sendiri hasilnya mereka sementara masih tercecer di papan tengah klasemen. Kendati demikian, nilai plus dari pembangunan skuad yang jelas dari Toulouse dan RedBird adalah mereka bisa tampil mengesankan di turnamen Coupe de France musim ini.

Mengandaskan Ajaccio, Reims dan tim-tim lainnya di Coupe de France, Le Taf akhirnya mampu kembali tampil di partai puncak dengan menantang juara bertahan Nantes. Sebuah kejutan hadir di Stade de France pada 30 April 2023. Toulouse membantai sang juara bertahan Nantes 5-1 dan berhak meraih trofi Coupe de France 2023.

Sebuah penantian panjang selama 56 tahun kini terulang lagi. Pencapaian ini juga sekaligus menandai kembalinya mereka ke kompetisi Eropa sejak 13 tahun silam berkat tiket otomatis setelah jadi juara. Bahkan mereka kini menjadi tim pertama di musim ini yang memastikan diri masuk Europa League.

Ancaman Dari AC Milan

Namun tunggu dulu, justru kini mereka sedang dihadapkan pada malapetaka yang menghantui nasib mereka di Eropa. Pasalnya, jika sang saudara mereka, AC Milan juga masuk Europa League, posisi Toulouse bakal terancam.

Karena menurut bunyi Pasal 5 pada peraturan UEFA tentang kepemilikan klub, kalau ada dua klub milik satu pemilik yang sama dan lolos di kompetisi Eropa yang sama, maka hanya dibolehkan satu klub saja yang berlaga. Nah, menurut kabar dari pihak internal RedBird, jika Milan finish di zona Europa League, maka merekalah yang diprioritaskan.

Namun jika RedBird punya akal seperti Redbull Group ketika Salzburg dan Leipzig diizinkan tampil di Liga Champions, maka bisa saja Toulouse maupun Milan tampil di kompetisi yang sama. Bagaimanapun perjuangan tulus Toulouse layak dan pantas untuk dihargai musim ini.

Sumber Referensi : calciomercato, footballitalia, sempremilan, sportspromedia, uefa.com, transfermarkt

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *